A. Bagaiamana
memilih pasangan
Jika kita
ditanya orang lain, ingin kriteria seperti apa untuk pasangan hidup kita kelak?
pasti beragam jawabnya.. ada yang ingin suami cakep atau istri yang cantik, ada
yang ingin punya suami kaya raya atau setidaknya mertua yang kaya raya, atau
pasangan hidup yang sholeh dan sholikhah... banyak sekali pilihannya...
Lantas bagaimana jika kita tidak bisa milih sendiri alias dijodohkan.. mungkin ada yang pasrah seperti cerita Siti Nurbaya, ada yang biasa aja, ada yang berontak membikin acara minggat dari rumah, bahkan yang paling parah nih sampai niat bunuh diri.
Lantas bagaimana jika kita tidak bisa milih sendiri alias dijodohkan.. mungkin ada yang pasrah seperti cerita Siti Nurbaya, ada yang biasa aja, ada yang berontak membikin acara minggat dari rumah, bahkan yang paling parah nih sampai niat bunuh diri.
Nah saya
akan memberikan beberapa tips memilih pasangan hidup.
(ini berdasarkan pengalaman penulis)
Pada dasarnya memilih pasangan hidup itu berdasarkan tiga kriteria dasar yaitu :
Pada dasarnya memilih pasangan hidup itu berdasarkan tiga kriteria dasar yaitu :
- COCOK JADI ANAK DARI ORANG TUA KITA
- COCOK JADI AYAH / IBU DARI ANAK-ANAK KITA KELAK
- COCOK JADI SUAMI / ISTRI KITA
Akan kita
bahas satu persatu ya
- Cocok Jadi Anak Dari Orang Tua Kita
Terus terang
bagi saya itu orang tua adalah yang paling utama, makanya saya tempatkan
kriteria ini di nomer pertama. Kita semua pasti ingin donk pasangan hidup kita
bisa akur dengan orang tua kita.
Memang
terkadang orang tua terkesan 'cerewet' dalam menilai calon pasangan kita.. yang
harus inilah.. yang harus itulah.. tp jangan berburuk sangka dulu. berpikir
positiflah dahulu bahwa itu adalah bentuk kekhawatiran orang tua kita terhadap
kehidupan kita kelak. Mulailah pelajari apa aja keinginan orang tua sebenarnya
dan komunikasi yang baik adalah caranya. Diskusi sambil minum teh atau pada
saat relaks nonton TV bareng. Saya rasa orang tua sendiri juga sudah bisa
menyadari bahwa tidak semua kriteria yang ditetapkannya itu bisa kita penuhi, jadi anda jangan langsung menjawab dengan nada
protes jika ada kriteria dari orang tua yang tidak anda sukai. Santai aja
teman...
Ibaratnya anda tidak akan bisa langsung menghentikan laju jalan orang yang berbadan jauh lebih tinggi dan besar dengan cara menghadangnya langsung tanpa melukai diri sendiri. Iringi dia jalan, ajak bicara dan rangkul dia sambil perlahan-lahan belokan atau hentikan jalannya.
- Cocok Jadi Ayah / Ibu Dari Anak-anak Kita Kelak
Ini adalah
kriteria kedua yang saya tetapkan. Nggak mau donk anak-anak kita terlantar
gara-gara suami / istri kita nggak perhatian dengan anak kita. Orang tua harus
perhatian kepada anak entah itu masalah pendidikannya (baik pendidikan agama
ataupun formal), kesehatannya, keperluannya, dan lain2. karena itu adalah salah
satu cara membentuk pribadi anak kita.
- Cocok Jadi Suami / Istri Kita
Ini adalah
kriteria yang terakhir. Saya menempatkannya di posisi terakhir bukan berarti
saya harus mengalah dan menomor kesekiankan keinginan pribadi saya. Saya juga
mau punya istri yang cantik, seksi, pinter masak, atau apalah kriteria-kriteria
menarik lainnya. saya menempatkan di posisi terakhir itu karena kriteria ini
lebih mudah dicari daripada 2 kriteria diatas. Banyak kok di dunia ini cowok yang
ganteng dan gagah atau cewek yang cantik dan seksi... tinggal pilih aja (
masalahnya cuma satu, mereka mau nggak dengan kita hahaha )
Itulah penjelasan ketiga kriteria yang saya terapkan dalam memilih pasangan hidup saya. Jujur sejujurnya, dalam masa pencarian saya, terutama untuk kriteria pertama dan kedua, saya bahkan harus 'memendam agak dalam' perasaan 'CINTA' di hati saya karena harus bolak-balik putus-ganti-putus-ganti dengan beberapa orang gadis. Bukan berarti mereka banyak 'kekurangan' sehingga tidak saya pilih, ada beberapa kasus yang justru 'kekurangan' tersebut berasal dari saya ( tapi mohon maaf tidak bisa saya sebutkan disini ^_^a ). Waktu itu saya cuma yakin bahwa cinta itu bisa datang belakangan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, dan ternyata memang seperti itu.
Itulah penjelasan ketiga kriteria yang saya terapkan dalam memilih pasangan hidup saya. Jujur sejujurnya, dalam masa pencarian saya, terutama untuk kriteria pertama dan kedua, saya bahkan harus 'memendam agak dalam' perasaan 'CINTA' di hati saya karena harus bolak-balik putus-ganti-putus-ganti dengan beberapa orang gadis. Bukan berarti mereka banyak 'kekurangan' sehingga tidak saya pilih, ada beberapa kasus yang justru 'kekurangan' tersebut berasal dari saya ( tapi mohon maaf tidak bisa saya sebutkan disini ^_^a ). Waktu itu saya cuma yakin bahwa cinta itu bisa datang belakangan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, dan ternyata memang seperti itu.
Berbicara
tentang memulai hubungan dengan tanpa rasa cinta, saya ingin menyarankan kepada
teman-teman yang dijodohkan oleh orang tuanya untuk tidak langsung bilang
'TIDAK' terlebih dahulu. Alangkah baiknya anda kenal dulu 'jodoh' yang
diberikan oleh orang tua anda. Memang sih ini bukan jamannya Siti Nurbaya, tapi
apakah anda yakin bahwa 'jodoh' pilihan anda sendiri itu lebih baik dari
'jodoh' yang dikenalkan oleh orang tua anda?? Mungkin anda bisa belajar dari
orang-orang sekitar anda. Teman saya sendiri dijodohkan dan usia perkawinannya
sekarang 7 tahun, juga tidak ada masalah yang berarti.
Saya tidak
menyarankan bahwa memulai hubungan harus tanpa rasa cinta karena bagaimanapun
rasa cinta itu adalah sebuah anugerah yang indah yang diberikan oleh Allah SWT.
Memulai hubungan dengan rasa cinta itu sangatlah baik, tapi jika tidak
memungkinkan seperti itu bukan berarti dunia mau runtuh kan....
B. Seluk-beluk hubungan
dalam perkawinan
Pada umumnya salah satu tanda
kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan perkawinan adalah perceraian.
Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan
dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas toleransi pada akhirnya
menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan untuk
bercerai begitu mudah.
Masalah diseputar perkawinan atau kehidupan
berkeluarga antara lain:
·
Kesulitan ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
· Perbedaan
watak.
· Temperamen
dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
· Ketidakpuasan
dalam hubungan seks.
· Kejenuhan
rutinitas.
·
Hubungan antara keluarga besar yang kurang baik.
·
Adanya istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
· Masalah
harta warisan.
·
Menurunnya perhatian kedua belah pihak.
· Domonasi dan
intervensi orang tua atau mertua.
·
Kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Dari salah satu
masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi
tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah
yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah
yang terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang
kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti
itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi
yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan suasana keluarga
yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Namun kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk
seiring berjalannya waktu yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan
penyelesaian makin jauh di mata, kareana masalah menjadi seperti benang kusut
dan tidak tahu lagi harus memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung
menyusut seiring dengan berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan
kasih sayang, berkurang pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada
akhirnya ketidakpedulian menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam
kehidupan yang tidak sehat ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah
menemukan cara yang efektif untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan
sehingga dapat menimbulkan perceraian.
C. Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat
pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu
saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau
persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.
Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga
yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah
perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila
hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan
penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam
sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan
mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
D. Perceraian dan pernikahan
kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah
setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa
memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak.
Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau
daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang
telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya
tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena
kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah
menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru
cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya
tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang
terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia
yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih
penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu
menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu
mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman
menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E.
Single Life
Paradigma
terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah??
Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan
jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum
bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang
kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap
hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi
tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam
memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang
bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak
pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang,
seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat
seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas
rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai
bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan
yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single
adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama
menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak
pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih
berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang
lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan
seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas
kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup
melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi
dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia
untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama,
dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap
melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki
kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika
sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga
memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada
kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena
terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga
sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak
mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai.
Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan
perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya
sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada
keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat
yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia
sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya,
tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang
biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul
dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari
pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua
mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut,
sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga
untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah
atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik
tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga
mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka
dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak
yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh
yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai
lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan
terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa
lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di
hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu
ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan.
Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka
serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
daftar pusaka:
Selamat,
Kasmuri, (1998). Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga (Panduan Perkawinan).
Jakarta : Kalam Mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar