Jumat, 26 April 2013

tugas 2

a.  Pengertian stres

Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya
Stres bisa positif dan bisa negatif.  Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.

Hans Selye, seorang ilmuwan awal yang mempelajari stres, melanjut pengamatan Cannon. Beliau mengatakan bahawa selain daripada respons tubuh, semasa stres kelenjar pituitary juga memainkan peranan. Dia menggambarkan kontrol oleh kelenjar sekresi hormon (misalnya, kortisol) yang penting dalam respon fisiologis terhadap stres dengan bagian lain dari kelenjar adrenal yang dikenal sebagai korteks. Selain itu, Selye sebenarnya memperkenalkan istilah tegangan dari fisika dan rekayasa dan didefinisikan sebagai "respons bersama yang terjadi di setiap bagian tubuh, fisik atau psikologis." (Nasution I. K., 2007)  Dalam eksperimennya, Selye menginduksi stres pada tikus dalam berbagai cara. Pada tikus yang terkena tegangan konstan, berlakunya pembesaran kelenjar adrenal, ulkus gastrointestinal dan atrofi sistem imun. Beliau menerangkan ini sebagai suatu proses adaptasi umum (penyesuaian) atau sindrom stres. Ia menemukan bahwa.

proses ini adaptif, penyesuaian yang sesuai dan normal untuk organisme dalam menangkal stres. Proses adaptif yang berlebihan, dapat merusak tubuh. Overstres, bisa berbahaya. (Nasution I. K., 2007)



·      Arti penting stress
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis.
Contoh
Nenek moyang kita bergantung pada respons stress untuk hidup. Misalnya mereka melarika diri dari pemangsa, melawan musuh dan bertahan hidup di dunia yang tidak bersahabat. Mereka dapat bertahan hidup bila mereka berhasil merespons peristiwa yang mengancam kehidupan. Sebaliknya, sebagian di antara mereka musnah karena tidak memiliki respons yang sama.
Pada awal peradaban manusia, stress menjadi mekanisme pertahanan hidup. Saat ini stress justru menjadi penyebab berbagai rasa sakit dan penyakit dalam dunia modern.

·         Efek-efek stress menurut Hans & Selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930, tidak semua jenis stres yang merugikan, dengan demikian, ia datang dengan eustress dan kesusahan. Kita semua melakukan menjalani ringan, saat-saat singkat dan dikendalikan dari ketegangan saraf yang dianggap umum, dan bertindak sebagai rangsangan positif terhadap pertumbuhan seseorang intelektual dan emosional. Selye disebut eustress ini. Ia didefinisikan distres menjadi sesuatu yang sebaliknya dan ditandai dengan tekanan fisik dan psikologis yang parah yang mengganggu kesehatan umum.
Efek fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
- Nyeri dada
- Insomnia atau tidur masalah
- Nyeri kepala Konstan
- Hipertensi
- Tukak
Stres dikatakan menjadi sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan terhadap penyakit. Hal buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tubuh kita menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah kesehatan.





b.  Tipe-tipe Stress Psikologis
Menurut Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis, yaitu:
1.     Tekanan
Tekanan timbul dari tuntutan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan tekanan dalam diri seseorang. Tekanan juga berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua yang menuntut anaknya untuk masuk ke dalam jurusan yang tidak diminati oleh anaknya, anak yang menuntut orang tua untuk dibelikan semua kemauannya, dan lain-lain.
2.    Frustasi
Frustasi muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu hal/tujuan. Misalnya seseorang mengalami kegagalan dalam pekerjaan yang mengakibatkan orang tersebut harus turun jabatan. Orang yang memiliki tujuan tersebut mendapat beberapa rintangan/hambatan yang tidak mampu ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan atau frustasi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain.

3.    Konflik
Konflik ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, aau tujuan. Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang berat untuk dipilih, orang tersebut akan mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian, approach-approach conflict, approach-avoidant conflict, avoidant-avoidant conflict.
4.    Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/ kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Misalnya seorang anak yang sering dimarahi ibunya, anak tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan hal yang akan membuat ibunya marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu marah padanya.




c.   symptom  respondes stres
1)  Respon terhadap Stres

a. Aspek Fisiologis
Walter Canon (dalam sarafino, 2006) memberikan deskripsi mengenai bagaiman reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila
arousal yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan individu. Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1.     Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
2.    Fase perlawanan (Stage of Resistence )
Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh  harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
3.    Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.

b.  Aspek psikologis
Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:
1.     Kognisi
Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas kognitif.
2.    Emosi
Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional (Maslach, Schachter & Singer, dalam Sarafino, 2006). Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.
3.    Perilaku Sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein & Wilson, dalam Sarafino, 2006).



2)  Pendekatan problem Coping
Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung,2006). Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang dinilai dalam suatu keadaan yang stressful. Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres. Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres. Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.

Fugsi Coping
Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :
1.     Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Emotional Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.
2.    Problem-Focused Coping,
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah



Metode Coping Stress
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping,
baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1.     Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2.    Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
3.    Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4.    Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah
5.    Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6.    Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
7.    Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8.    Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.

Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping
Menurut Smet (1994) faktor-faktor tersebut adalah:
1.     Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik. Handayani (dalam Pamangsah, 2000), dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang berperan dalam strategi menghadapi masalah, antara lain: konflik dan stres serta jenis pekerjaan.
2.    karakteristik kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, kepribadian “ketabahan” (hardiness), locus of control, kekebalan dan ketahanan.
3.    Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.
4.    Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.
5.    Strategi coping, merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi yang tidak menyenangkan.



·   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar